Embargo Ekonomi Tak Mempan Hancurkan Iran.
TEMPO.CO , London - Uni Eropa semakin meningkatkan tekanan embargo minyak bagi Iran. Pemerintah negara-negara Eropa kini mengikuti langkah Uni Eropa dengan melarang perusahaannya mengadakan kontrak dengan Iran. Bukan hanya pelarangan bagi ekspor-impor minyak, Eropa juga melarang kerja sama perdagangan petrokimia, kertas, emas, logam mulia, berlian, dan koin.
Namun, apakah embargo minyak akan menghancurkan ekonomi Iran?
Kontrak pelarangan perdagangan dengan Iran akan berlangsung hingga 1 Juli 2012. Masalahnya adalah negara-negara yang memutuskan perdagangan juga sedang mengalami krisis ekonomi. Italia menjadi negara di Eropa yang paling banyak mengimpor minyak Iran, disusul Yunani dan Spanyol. Arab Saudi diharapkan dapat menjadi pemasok utama, menggantikan posisi Iran. Namun Arab Saudi memiliki keterbatasan pasokan dan tentunya ini bukan hal mudah bagi Eropa.
Sekitar 90 persen ekspor Iran ditujukan bagi negara-negara anggota Uni Eropa. Tingginya impor minyak negara-negara Uni Eropa menjadikan Iran sebagai pemasok terbesar di Eropa setelah Cina. Dalam satu hari ekspor minyak Iran dapat mencapai 2,5 juta barel. Perdagangan minyak menghasilkan tiga perempat output pemasukan bagi ekonomi Iran.
Sanksi Eropa mengakibatkan 40 persen inflasi dan 50 persen pengangguran. Kini Iran sedang melakukan strategi untuk mengimbangi embargo yang dikenakan Uni Eropa. Iran kemungkinan akan mengekspor minyak ke Cina, India, dan sejumlah negara Asia. Cara itu akan sedikit meningkatkan perekonomian Iran, terlebih jika Iran melakukan potongan harga per barelnya.
Paul Stevens, peneliti senior dari London-Chatham House, mengatakan segala upaya yang dilakukan Eropa belum tentu mampu menghentikan penggunaan nuklir Iran. “Eropa mampu memberikan frustrasi publik bagi perekonomian Iran, tapi ini justru bisa memperkuat kelompok yang berada di belakang (Presiden Iran Mahmud) Ahmadinejad,” katanya.
Stevens mengungkapkan Ahmadinejad juga melakukan berbagai upaya untuk menolong perekonomian Iran dengan tetap mengandalkan perdagangan minyak. Sementara itu ia juga masih percaya bahwa nuklir adalah alat untuk mengamankan negara.
Langkah terakhir yang dilakukan Barat adalah mulai memasuki kawasan Selat Hormuz di Iran. Kapal induk Amerika Serikat, USS Abraham Lincoln, bersama dengan kapal milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan sebuah kapal perang Prancis, Senin, 23 Januari 2012, berusaha memblokir daerah perdagangan tersebut.
Namun, apakah embargo minyak akan menghancurkan ekonomi Iran?
Kontrak pelarangan perdagangan dengan Iran akan berlangsung hingga 1 Juli 2012. Masalahnya adalah negara-negara yang memutuskan perdagangan juga sedang mengalami krisis ekonomi. Italia menjadi negara di Eropa yang paling banyak mengimpor minyak Iran, disusul Yunani dan Spanyol. Arab Saudi diharapkan dapat menjadi pemasok utama, menggantikan posisi Iran. Namun Arab Saudi memiliki keterbatasan pasokan dan tentunya ini bukan hal mudah bagi Eropa.
Sekitar 90 persen ekspor Iran ditujukan bagi negara-negara anggota Uni Eropa. Tingginya impor minyak negara-negara Uni Eropa menjadikan Iran sebagai pemasok terbesar di Eropa setelah Cina. Dalam satu hari ekspor minyak Iran dapat mencapai 2,5 juta barel. Perdagangan minyak menghasilkan tiga perempat output pemasukan bagi ekonomi Iran.
Sanksi Eropa mengakibatkan 40 persen inflasi dan 50 persen pengangguran. Kini Iran sedang melakukan strategi untuk mengimbangi embargo yang dikenakan Uni Eropa. Iran kemungkinan akan mengekspor minyak ke Cina, India, dan sejumlah negara Asia. Cara itu akan sedikit meningkatkan perekonomian Iran, terlebih jika Iran melakukan potongan harga per barelnya.
Paul Stevens, peneliti senior dari London-Chatham House, mengatakan segala upaya yang dilakukan Eropa belum tentu mampu menghentikan penggunaan nuklir Iran. “Eropa mampu memberikan frustrasi publik bagi perekonomian Iran, tapi ini justru bisa memperkuat kelompok yang berada di belakang (Presiden Iran Mahmud) Ahmadinejad,” katanya.
Stevens mengungkapkan Ahmadinejad juga melakukan berbagai upaya untuk menolong perekonomian Iran dengan tetap mengandalkan perdagangan minyak. Sementara itu ia juga masih percaya bahwa nuklir adalah alat untuk mengamankan negara.
Langkah terakhir yang dilakukan Barat adalah mulai memasuki kawasan Selat Hormuz di Iran. Kapal induk Amerika Serikat, USS Abraham Lincoln, bersama dengan kapal milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan sebuah kapal perang Prancis, Senin, 23 Januari 2012, berusaha memblokir daerah perdagangan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar