Kebijakan Pajak Tahun 2012.
Krisis yang terjadi pada beberapa negara Eropa memiliki potensi untuk mempengaruhi penerimaan pajak tahun 2012. Dampak krisis tersebut sudah mulai terasa dengan adanya penurunan ekspor-impor. Penurunan ekspor-impor akan berdampak pada turunnya penerimaan pajak terutama sektor Pajak Penghasilan (PPh) Impor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor.
Penerimaan pajak semester I-2012 mencapai Rp 387,6 trilyun atau
sekitar 45 persen dari target tahun 2012. Capaian tersebut sudah cukup
baik mengingat kondisi perekonomian global yang tidak menentu. Untuk
itu, pada semester II-2012, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan
menggenjot semua sektor guna mencapai target penerimaan pajak yang sudah
ditentukan dalam APBN-P 2012 sebesar Rp 885,02 trilyun. Selama ini tren
penerimaan pajak pada semester II biasanya lebih tinggi dibandingkan
realisasinya pada semester I. Namun demikian untuk tahun 2012, masih
harus mewaspadai keadaan ekonomi yang masih belum pulih dari krisis
ekonomi global.
Kemungkinan terjadinya perlambatan perekonomian Indonesia terkait
krisis global di semester II-2012 harus diwaspadai. Oleh karena itu
Ditjen Pajak mengambil beberapa langkah pengamanan penerimaan pajak
seperti perbaikan sistem PPN, perbaikan sistem teknologi informasi untuk
pengawasan terhadap Wajib Pajak serta melakukan sensus pajak untuk
menggali potensi penerimaan pajak yang lebih besar lagi.
Registrasi Ulang PKP.
Tahapan awal dari perbaikan sistem PPN adalah Ditjen Pajak
melaksanakan registrasi ulang pada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang
dimulai sejak Februari sampai dengan 31 Agustus 2012. Ditjen Pajak
merencanakan akan mencabut sekitar 300.000 PKP yang berpotensi
menyelewengkan faktur pajak.
Selama ini status PKP rawan disalahgunakan oleh pengusaha dengan
menerbitkan faktur pajak fiktif. Dengan langkah ini diharapkan dapat
mencegah kebocoran penerimaan PPN. Sejauh ini, Ditjen Pajak telah mencabut sekitar 21.805 perusahaan yang memiliki status PKP (Sumber: www.pajak.go.id).
Perusahaan-perusahaan tersebut dicabut status PKP-nya karena selama ini berstatus non-efektif dalam melaporkan pajaknya.
Sensus Pajak Nasional.
Sensus Pajak Nasional (SPN) adalah proses pengumpulan data Wajib
Pajak untuk penggalian potensi perpajakan. SPN dilaksanakan karena
sampai saat ini masih sangat banyak orang pribadi dan perusahaan di
Indonesia yang belum melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Sensus pajak akan mendata para Wajib Pajak atau objek pajak yang
berada di sentra bisnis, high rise building, perumahan dan ditambah
dengan objek pajak potensial. Tahun 2012, SPN dilaksanakan mulai 1 Mei
2012 hingga 31 oktober 2012. Ditjen Pajak menargetkan 2 juta Wajib Pajak
bisa terdata dalam sensus pajak tahun ini atau meningkat dari target
2011 yaitu sebesar 900 ribu Wajib Pajak.
Kebijakan Lainnya.
Selain kebijakan-kebijakan perpajakan yang ditujukan untuk
mendongkrak penerimaan pajak, Pemerintah juga membuat
kebijakan-kebijakan perpajakan yang memberikan keringanan perpajakan
bagi masyarakat. Kebijakan itu antara lain rencana kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), penetapan sumbangan umat Hindu sebagai pengurang pajak, dan pembebasan PPN untuk rumah murah.
Pemerintah di tahun 2012 merencanakan kenaikan PTKP dari Rp 15,8 juta
menjadi Rp 24 juta per tahun. Dengan kata lain, masyarakat penghasilan
hingga Rp 2 juta per bulan tidak akan dipungut pajak. Kenaikan PTKP ini
diharapkan akan membantu meringankan beban masyarakat yang
berpenghasilan rendah. Kenaikan PTKP juga diharapkan dalam jangka
panjang akan meningkatkan penerimaan pajak. Hal ini karena peningkatan
PTKP itu akan memberikan insentif bagi masyarakat kecil, baik untuk
pengembangan usaha baru, maupun ke arah konsumsi.
Pada Juni 2012, Pemerintah telah menetapkan sumbangan wajib umat
Hindu yang disumbangkan lewat Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara
Dharma Parisad (BDDN YADP) dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Dengan begitu, sumbangan tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan
kena pajak.
Sebelumnya pada tahun 2011, Pemerintah juga telah menetapkan 20
Badan/Lembaga penerima zakat dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Pemerintah juga merencanakan membebaskan pengenaan PPN untuk rumah
murah senilai Rp 90 juta sampai Rp 145 juta. Untuk harga rumah Rp 90
juta berlaku untuk rumah di Jabodetabek termasuk daerah lainnya dan
rumah Rp 145 juta khusus di Papua. Dengan kebijakan ini diharapkan
membantu masyarakat kelas bawah yang akan membeli rumah murah.
Dengan berbagai kebijakan di atas, Ditjen Pajak memiliki tekad kuat
untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun 2012. Mari kita dukung
upaya ini dengan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar. Bangga
bayar pajak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar