Pria dan Kromosomnya Bakal Lenyap dari Bumi?
TEMPO.CO - Perdebatan di kalangan ilmuwan tentang masa depan kromosom Y, kromosom penentu jenis kelamin pria, tampaknya masih terus bergulir. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kromosom Y tidak akan lenyap seperti yang sempat diperkirakan.
Sebelumnya muncul ide di kalangan ilmuwan bahwa kromosom seks pria beserta pemiliknya suatu saat akan lenyap dari Bumi. Ide tersebut didasarkan pada proses pembentukan sperma dan sel telur oleh tubuh manusia. Masing-masing sel ini berisi pasangan kromosom seks atau paket DNA.
Ketika sel membelah, pasangan kromosom yang ada di dalamnya bertukar informasi genetik dalam proses yang disebut rekombinasi. Gambarannya seperti mengocok dua set kartu sebelum membagi mereka kembali menjadi dua set. Rekombinasi memungkinkan sel untuk memperbaiki kesalahan genetik dan memadupadankan gen.
Namun, tidak seperti 45 kromosom lain yang membawa informasi genetik tubuh manusia, kromosom seks pria (kromosom Y) tidak muncul dalam sel dengan pasangan yang sama. Sebaliknya, kromosom Y akan dipasangkan dengan kromosom X, untuk membentuk kelamin pria (XY). Itu berarti bahwa saat sel membagi kromosom, kromosom Y tidak memiliki pasangan serupa untuk bergabung kembali.
"Kromosom Y tidak pernah mendapat kesempatan (berpasangan) karena tidak pernah ada dua kromosom Y dalam tiap sel," kata peneliti Jennifer Hughes dari Whitehead Institute di Cambridge, Ameriksa Serikat.
Mekanisme alami menunjukkan bahwa kromosom Y, yang saat ini hanya berisi 3 persen dari seluruh informasi dalam gen, mulai berkembang memisah dari kromosom X sekitar 200-300 juta tahun lalu. Temuan inilah yang memicu munculnya spekulasi bahwa kromosom pria bisa lenyap sepenuhnya dalam waktu ratusan ribu atau jutaan tahun mendatang, termasuk kemungkinan melenyapkan para pria itu sendiri dari muka Bumi.
Tetapi penelitian terbaru yang dilakukan Hughes menunjukkan hal sebaliknya. Dia dan rekan-rekannya membaca urutan genom monyet rhesus, spesies monyet dunia lama yang berpisah dari garis keturunan yang sama dengan manusia 25 juta tahun lalu.
Sebelum penelitian ini, para ilmuwan hanya bisa membandingkan kromosom Y manusia dengan kromosom Y pada simpanse, spesies primata terdekat dengan manusia. Simpanse memisahkan diri dari garis keturunan manusia dalam rentang waktu lebih pendek, yakni 6 juta tahun lalu sehingga memberikan gambaran evolusi kromosom secara lebih terbatas.
Hughes menyatakan anggapan terjadinya kerusakan kromosom Y dan hilangnya gen di dalamnya berdasarkan perbandingan kromosom Y manusia dengan monyet rhesus telah dibesar-besarkan. Menurut dia, kromosom Y pada manusia dan monyet rheses sangat mirip. "Untuk sebagian besar, isi gen tidak berubah selama 25 juta tahun," katanya.
Hilangnya gen disebabkan berhentinya bagian terakhir kromosom Y yang berfungsi mencampur dan mencocokkan dengan bagian kromosom X. Gen yang hilang itu pun hanya dalam jumlah kecil. "Tingkat kerusakan tampaknya berhenti pada titik ini," kata Hughes.
Lalu, bagaimana nasib pria yang ada di Bumi berdasarkan temuan ini? Hughes mengatakan, keberadaan kromosom Y cenderung stabil lantaran tidak bisa lagi kehilangan gen. Dengan kata lain, gen yang tetap berada pada kromosom Y sangat penting bagi manusia. Hilangnya gen-gen ini dapat menyebabkan organisme tidak dapat bertahan hidup. Apalagi, seleksi alam memungkinkan makhluk hidup yang mampu bertahan hidup untuk mewariskan gen-gen mereka.
Hughes dan rekan-rekannya berencana melanjutkan pembacaan urutan genom pada beberapa jenis mamalia yang memiliki hubungan kekerabatan jauh dengan manusia, seperti tikus, marmut, dan opossum. Mereka berharap dapat menelusuri evolusi kromosom Y lebih jauh ke masa lalu.
Tetapi untuk sekarang, Hughes memastikan masa depan pria di Bumi tampaknya masih aman. "Ini adalah bukti jelas bahwa kromosom Y tidak akan pergi (lenyap) ke mana-mana," kata perempuan ini menandaskan.
Sebelumnya muncul ide di kalangan ilmuwan bahwa kromosom seks pria beserta pemiliknya suatu saat akan lenyap dari Bumi. Ide tersebut didasarkan pada proses pembentukan sperma dan sel telur oleh tubuh manusia. Masing-masing sel ini berisi pasangan kromosom seks atau paket DNA.
Ketika sel membelah, pasangan kromosom yang ada di dalamnya bertukar informasi genetik dalam proses yang disebut rekombinasi. Gambarannya seperti mengocok dua set kartu sebelum membagi mereka kembali menjadi dua set. Rekombinasi memungkinkan sel untuk memperbaiki kesalahan genetik dan memadupadankan gen.
Namun, tidak seperti 45 kromosom lain yang membawa informasi genetik tubuh manusia, kromosom seks pria (kromosom Y) tidak muncul dalam sel dengan pasangan yang sama. Sebaliknya, kromosom Y akan dipasangkan dengan kromosom X, untuk membentuk kelamin pria (XY). Itu berarti bahwa saat sel membagi kromosom, kromosom Y tidak memiliki pasangan serupa untuk bergabung kembali.
"Kromosom Y tidak pernah mendapat kesempatan (berpasangan) karena tidak pernah ada dua kromosom Y dalam tiap sel," kata peneliti Jennifer Hughes dari Whitehead Institute di Cambridge, Ameriksa Serikat.
Mekanisme alami menunjukkan bahwa kromosom Y, yang saat ini hanya berisi 3 persen dari seluruh informasi dalam gen, mulai berkembang memisah dari kromosom X sekitar 200-300 juta tahun lalu. Temuan inilah yang memicu munculnya spekulasi bahwa kromosom pria bisa lenyap sepenuhnya dalam waktu ratusan ribu atau jutaan tahun mendatang, termasuk kemungkinan melenyapkan para pria itu sendiri dari muka Bumi.
Tetapi penelitian terbaru yang dilakukan Hughes menunjukkan hal sebaliknya. Dia dan rekan-rekannya membaca urutan genom monyet rhesus, spesies monyet dunia lama yang berpisah dari garis keturunan yang sama dengan manusia 25 juta tahun lalu.
Sebelum penelitian ini, para ilmuwan hanya bisa membandingkan kromosom Y manusia dengan kromosom Y pada simpanse, spesies primata terdekat dengan manusia. Simpanse memisahkan diri dari garis keturunan manusia dalam rentang waktu lebih pendek, yakni 6 juta tahun lalu sehingga memberikan gambaran evolusi kromosom secara lebih terbatas.
Hughes menyatakan anggapan terjadinya kerusakan kromosom Y dan hilangnya gen di dalamnya berdasarkan perbandingan kromosom Y manusia dengan monyet rhesus telah dibesar-besarkan. Menurut dia, kromosom Y pada manusia dan monyet rheses sangat mirip. "Untuk sebagian besar, isi gen tidak berubah selama 25 juta tahun," katanya.
Hilangnya gen disebabkan berhentinya bagian terakhir kromosom Y yang berfungsi mencampur dan mencocokkan dengan bagian kromosom X. Gen yang hilang itu pun hanya dalam jumlah kecil. "Tingkat kerusakan tampaknya berhenti pada titik ini," kata Hughes.
Lalu, bagaimana nasib pria yang ada di Bumi berdasarkan temuan ini? Hughes mengatakan, keberadaan kromosom Y cenderung stabil lantaran tidak bisa lagi kehilangan gen. Dengan kata lain, gen yang tetap berada pada kromosom Y sangat penting bagi manusia. Hilangnya gen-gen ini dapat menyebabkan organisme tidak dapat bertahan hidup. Apalagi, seleksi alam memungkinkan makhluk hidup yang mampu bertahan hidup untuk mewariskan gen-gen mereka.
Hughes dan rekan-rekannya berencana melanjutkan pembacaan urutan genom pada beberapa jenis mamalia yang memiliki hubungan kekerabatan jauh dengan manusia, seperti tikus, marmut, dan opossum. Mereka berharap dapat menelusuri evolusi kromosom Y lebih jauh ke masa lalu.
Tetapi untuk sekarang, Hughes memastikan masa depan pria di Bumi tampaknya masih aman. "Ini adalah bukti jelas bahwa kromosom Y tidak akan pergi (lenyap) ke mana-mana," kata perempuan ini menandaskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar