DPR Usulkan Harga Bensin Rp 6.400.
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah diminta menyediakan bahan bakar minyak jenis Premium nonsubsidi seharga Rp 6.400 per liter. Usulan ini disebut sebagai opsi jalan tengah untuk menghindari gejolak di masyarakat yang kaget ketika harus beralih ke Pertamax. Opsi ini juga untuk mengatasi kerepotan dalam konversi gas, mengingat belum adanya kesiapan infrastruktur.
Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Satya W. Yudha, menjelaskan harga itu dipatok dari asumsi harga pasar Premium Rp 8.000 per liter. "Pajak penjualan ditanggung pemerintah, didapatlah angka itu," katanya kepada Tempo kemarin. Harga Premium sekarang karena adanya subsidi pemerintah yang menanggung margin dan pajak penjualan.
Menurut Satya, harga Premium nonsubsidi secara perlahan disesuaikan dengan pasar. Sementara itu pengawasan distribusi dan konsumsi BBM diperketat sembari mematangkan persiapan infrastruktur konversi gas. Satya mengatakan kebijakan yang akan disepakati DPR ada kemungkinan menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap dan mengatur kelompok masyarakat penerimanya.
Pemerintah berencana membatasi penggunaan bahan bakar bersubsidi jenis Premium mulai 1 April mendatang. Kendaraan pribadi harus menggunakan bahan bakar nonsubsidi atau beralih ke gas. Rencana ini belum kunjung ada kepastian, muncul solusi kenaikan harga dipertimbangkan selain pembatasan.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo menjelaskan usulan menaikkan harga memang akan dibahas dengan DPR pekan depan. Salah satu materi pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012 dipercepat. Soal usulan harga bensin, "Silakan DPR saja," katanya.
Widjajono justru mengusulkan kenaikan harga Premium langsung ke angka Rp 6.000 dari harga semula Rp 4.500 per liter. Soal apakah harga akan berlaku bagi penerima subsidi atau tidak, itu yang perlu dibicarakan dengan Dewan. Jika disetujui, kenaikan dilakukan bertahap hingga mencapai harga keekonomian.
Dia menambahkan harga sengaja dipatok lebih tinggi daripada harga gas LGV yang sebesar Rp 5.600 per liter supaya masyarakat tetap memilih gas. "Rencana jangka panjang kan konversi ke bahan bakar gas," ujarnya.
Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi, mendesak pemerintah agar segera memutuskan langkah pasti. Dia sepakat dengan subsidi langsung ketimbang subsidi harga secara menyeluruh. Misalnya, harga Premium tetap dinaikkan secara perlahan hingga mencapai harga keekonomian. Tapi konsumen yang perlu dilindungi tetap mendapatkan subsidi. "Seperti angkutan umum, subsidinya diatur agar sampai ke tangan yang berhak," katanya.
Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat, Satya W. Yudha, menjelaskan harga itu dipatok dari asumsi harga pasar Premium Rp 8.000 per liter. "Pajak penjualan ditanggung pemerintah, didapatlah angka itu," katanya kepada Tempo kemarin. Harga Premium sekarang karena adanya subsidi pemerintah yang menanggung margin dan pajak penjualan.
Menurut Satya, harga Premium nonsubsidi secara perlahan disesuaikan dengan pasar. Sementara itu pengawasan distribusi dan konsumsi BBM diperketat sembari mematangkan persiapan infrastruktur konversi gas. Satya mengatakan kebijakan yang akan disepakati DPR ada kemungkinan menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap dan mengatur kelompok masyarakat penerimanya.
Pemerintah berencana membatasi penggunaan bahan bakar bersubsidi jenis Premium mulai 1 April mendatang. Kendaraan pribadi harus menggunakan bahan bakar nonsubsidi atau beralih ke gas. Rencana ini belum kunjung ada kepastian, muncul solusi kenaikan harga dipertimbangkan selain pembatasan.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo menjelaskan usulan menaikkan harga memang akan dibahas dengan DPR pekan depan. Salah satu materi pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012 dipercepat. Soal usulan harga bensin, "Silakan DPR saja," katanya.
Widjajono justru mengusulkan kenaikan harga Premium langsung ke angka Rp 6.000 dari harga semula Rp 4.500 per liter. Soal apakah harga akan berlaku bagi penerima subsidi atau tidak, itu yang perlu dibicarakan dengan Dewan. Jika disetujui, kenaikan dilakukan bertahap hingga mencapai harga keekonomian.
Dia menambahkan harga sengaja dipatok lebih tinggi daripada harga gas LGV yang sebesar Rp 5.600 per liter supaya masyarakat tetap memilih gas. "Rencana jangka panjang kan konversi ke bahan bakar gas," ujarnya.
Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi, mendesak pemerintah agar segera memutuskan langkah pasti. Dia sepakat dengan subsidi langsung ketimbang subsidi harga secara menyeluruh. Misalnya, harga Premium tetap dinaikkan secara perlahan hingga mencapai harga keekonomian. Tapi konsumen yang perlu dilindungi tetap mendapatkan subsidi. "Seperti angkutan umum, subsidinya diatur agar sampai ke tangan yang berhak," katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar