Rabu, 15 Februari 2012

Iklan Politik Vs Komersial

Iklan Politik Vs Komersial, Mana Paling Bermutu?
Pakar komunikasi pemasaran Politik Silih Agung Wisesa menilai iklan berbagai produk komersial lebih mencerahkan bagi masyarakat dibanding iklan-iklan partai politik. Masyarakat yang seharusnya menyukai partai politik karena idealismenya menjembatani kepentingan dan aspirasi masyarakat, semakin ditinggalkan karena ulahnya sendiri.


"Kalau kita bandingkan dengan perusahaan komersial, sebetulnya partai politik lebih idealis, seharusnya lebih disukai publik, karena tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat," terangnya dalam pemaparan hasil riset dan pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai Korupsi Pemilihan Kepala Daerah di Auditorium Nurcholish Madjid Universitas Paramadina, Selasa (14/2/2012).

Iklan berbagai produk yang kerap ditayangkan di berbagai media massa, jelas Silih, seharusnya tidak mendapatkan respons positif atau tidak disukai oleh masyarakat. Karena betapapun 'manisnya' iklan tersebut ujung-ujungnya adalah menjual produk. Namun masyarakat justru menyambutnya dengan antusias. Kenapa hal itu sampai terjadi, Silih yang juga alumnus Fakultas Psikologi UGM ini dengan tegas mengatakan karena iklan produk komersial lebih mendidik.

Silih mencontohkan, gelaran musik di Parkir Timur Senayan akan lebih memikat masyarakat dengan perhitungan budget lebih kecil. Sementara partai politik untuk menggelar acara serupa, seperti kampanye, budgetnya yang harus dikeluarkan akan jauh lebih besar. Gelaran musik lebih sedikit karena hanya mengalokasikan keuangan untuk panggung dan artis, sementara partai politik selain panggung dan artis juga memberikan uang makan bagi massa.

"Kalau partai politik, bukan hanya panggungnya, artisnya, penontonnya juga disewain metro mini, diberikan uang makan siang, habis itu dikasih sangu pula. Bisa dibayangkan biaya politik yang sedemikian besar," tutur Silih.

Sialnya, dalam prosesnya hegemoni tersebut juga didukung oleh konsultan-konsultan politik yang berbasis komunikasi massa. Mereka menggunakan berbagai jargon untuk membantu partai politik melalui media massa. Ia menyinggung bagaimana pemilihan kepala daerah yang seharusnya menggunakan media lokal yang jauh lebih efektif, dalam praktiknya justru menggunakan media nasional. Begitu juga pemilihan organisasi-organisasi kemasyarakatan yang menggunakan hal serupa